“Learning to love yourself is the greatest love of all.”
~ Michael Masser and Linda Creed~
Masih ingat waktu kecil ada lagu… “Bukan yang congkak, bukan yang sombong yang disayangi handai dan taulan…” Lagu di zaman Taman Kanak-kanak itu menjadi lagu yang mengajarkan kita bahwa kita tidak boleh sombong agar disayangi orang. Zaman sekarang istilah sombong sudah jarang didengar. Kita lebih sering mendengar “Wah, narsis tuh!” Tetapi, bagaimana ya walaupun tidak sombong kita juga tidak disayangi orang? Rasanya menarik juga membahas hal ini.
Waktu kecil, kalau ayah saya memuji saya, “Wah anak saya ini rajin belajarnya…” saya langsung mengatakan, “Iya dong…” Tetapi, sering kali muncul tanggapan orang, “Air laut tuh siapa yang garamin?!” (dibaca: “Ini anak menyombongkan diri sendiri”) Dengan polos dan lugu saya menjawab sesuai dengan buku cerita yang banyak saya baca, “Lumpang ajaib.” Kadang kala kita dihadapkan pada pilihan mengakui bahwa kita memang luar biasa, atau menghitung diri kita sebagai orang biasa-biasa saja. Bahkan, kita sering jadi rendah diri karena di lingkungan kita tidak lazim mengakui bahwa kita ini orang baik, orang yang berprestasi, dan orang yang berharga.
Dalam hidup banyak orang yang tidak pernah mencintai dirinya sendiri, tidak pernah melihat kelebihannya, dan yang ada selalu membanding-bandingkan dengan orang lain. Pepatah menyatakan “sehijau-hijaunya rumput sendiri masih lebih hijau rumput tetangga”. Jadilah kita orang-orang yang bukan rendah hati tetapi mala rendah diri. Beda sekali rasanya kalau kita bisa melihat diri kita sebagai orang yang luar biasa, orang yang punya kemampuan, dan tidak perlu membandingkan hidup kita dengan orang lain.
Ada keiklasan bagi kita untuk menerima bilamana orang lain lebih berhasil dari kita. Ada kebahagiaan tersendiri bilamana kita mampu melakukan suatu pekerjaan bukan lagi berorientasi kepada hasil tetapi kepada proses yang telah kita lalui. Saya ingat sekali ketika saya pulang sekolah dan menangis karena saya tidak bisa membuat prakarya menjahit. Ayah saya mengatakan, “Sudah jangan menangis. Itu sudah bagus, sudah kelihatan seperti baju. Kalau teman kamu bisa membuatnya lebih bagus dari kamu, itu karena teman kamu lebih ahli dari kamu. Tetapi, kamu sudah belajar menjahit dan tahu cara menjahit. Itu sudah ilmu buat kamu walaupun kamu tidak mahir melakukannya. Usaha kamu yang lebih penting bukan hanya hasil.”
Wah, itu penghiburan yang paling indah di telinga saya waktu itu. Saya jadi senang mengetahui bahwa prakarya saya itu adalah karya pertama saya. Saya bangga telah meluangkan waktu dan tenaga untuk belajar melakukannya dengan benar. Walaupun saya melihat adanya jahitan yang tidak lurus dan tidak sempurna. Hasilnya mungkin tidak sempurna, tetapi saya telah melalui setiap tahapan itu dengan segenap kemampuan saya, dan itu adalah suatu perjalanan sempurna. Saya tidak pernah lupa bahwa saya diberikan kelebihan oleh Tuhan dalam bidang lain yang mungkin teman-teman saya tidak mahir di bidang itu.
Belajar mencintai dan menerima diri sendiri apa adanya adalah suatu berkat, suatu pencerahan bagi hidup kita. Cintai diri kita sebelum orang lain mencintai kita, ketika kita mencintai diri kita dan menghargai diri kita, orang lain akan melihat nilai itu dalam diri kita. Dan, itulah saatnya kita menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa.